PENGUKURAN TENSI DARAH


PENGUKURAN TEKANAN DARAH ARTERI
SECARA TIDAK LANGSUNG
A. Dasar Teori
Tekanan darah merupakan besaran penting dalam dinamika peredaran darah ( hemodinamika ). Tinggi tekanan darah di setiap pembuluh tidak sama, tekanan darah arteri lebih tinggi dari pada tekanan darah vena. Saat ini dikenal dua macam cara pengukuran tekanan darah arteri, yaitu pengukuran tekanan darah arteri secara langsung ( direct method ) dan pengukuran tekanan darah arteri secara tidak langsung ( indirect method ). Pengukuran darah
secara langsung dilakukan dengan cara menembus arteri ( secara invasif ) dan kemudian memasukan salah satu ujung pipa ( tube catheter ) ke dalam arteri tersebut sedangkan ujung pipa yang lain dihubungkan dengan manometer. Dengan demikian, tinggi tekanan darah di dalam arteri tersebut dapat diukur. Tetapi pengukuran ini jarang sekali dilakukan. Pengukuran tekanan darah arteri secara tidak langsung dilakukan dengan teknik sederhana, tanpa menembus arteri ( non invasif ) dan dapat dilakukan dimana saja jika diperlukan. Pengukuran darah arteri secara tidak langsung maupun secara langsung bertujuan untuk mengetahui tinggi tekanan darah arteri pada waktu sistole ventrikel ( tekanan sistolik ) dan pada waktu diastole ventrikel ( tekanan diastolik ). Terkadang perlu pula diketahui tinggi tekanan darah arteri rata– rata. Tinggi tekanan darah ini adalah :
TR = TD + 1/3 (TS – TD) mmHg
TR = Tinggi tekanan darah arteri rata – rata
TS = Tinggi tekanan sistolik
TD = Tinggi tekanan diastolik
Pada pengukuran tekanan darah arteri secara tidak langsung ini, dikenal pula pengukuran secara palpatoar dan pengukuran secara auskultatoar. Cara palpatoar dilakukan dengan jalan meraba ( palpasi ) denyut nadi dengan jari telunjuk dan jari tengah. Dengan cara ini, hanya dapat diketahui tinggi tekanan sistolik saja. Cara auskultatoar dilakukan dengan jalan mendengar ( auskultasi ) bunyi detak dan desir aliran darah didalam arteri dengan perantara stetoskop. Dengan cara ini baik tinggi tekanan sistolik maupun tinggi tekanan diastolik dapat diketahui. Cara auskultatoar ditemukan oleh Korotkoft tahun 1905.
Tinggi tekanan darah pada orang dewasa yang normal dalam keadaan istirahat dan posisi berbaring adalah 120 mmHg untuk tekanan sistolik serta 70 mmHg untuk tekanan diastolik ( ditulis 120/ 70 mmHg ). Tinggi tekanan darah ini bervariasi antara lain karena umur, jenis kelamin dan posisi badan atau bagian badan gaya berat.
Pada orang yang berdiri tegak misalnya, tekanan darah arteri pada kaki lebih tinggi dari pada tekanan arteri di kepala, sedangkan pada orang yang berbaring, tinggi tekanan darah arteri di seluruh badan adalah sama. Dalam hal ini, orang yang berdiri tegak, tekanan darah arteri di kaki mendapat tambahan tekanan hidrostatis kolom darah di dalam badan sedangkan di kepala tidak. Pada orang yang berbaring, kolom darah di badan terletak horizontal ( tegak lurus terhadap gaya berat ) sehingga pengaruh gaya berat terhadap seluruh kolom darah adalah sama besarnya.
Pada berat jenis darah normal, tinggi tekanan hidrostatis ini adalah 0,77 mmHg/cm pada arah gaya berat. Dengan demikian, jika tinggi tekanan darah arteri rata – rata setinggi jantung misalnya 100mmHg, maka tinggi tekanan darah arteri rata –rata di kaki yang letaknya 105cm di bawah jantung adalah 100 + ( 105 x 0,77) mmHg = 180 mmHg sedangkan tinggi tekanan darah arteri rata – rata di kepala yang letaknya 50 cm di atas jantung adalah 100 – ( 50 x 0,77 mmHg ) = 62 mmHg. Pada orang yang berbaring, seluruh badan terletak pada bidang horizontal sehingga tekanan darah arteri rata – rata disepanjang badan sama tingginya.
B. Tujuan Percobaan
1. Agar mahasiswa mampu melakukan pengukuran tekanan darah arteri secara tidak langsung.
2. Mahasiswa dapat memahami pengaruh gaya berat terhadap tekanan darah arteri.
C. Alat-Alat :
1. Stetoskop 3. Alat tulis
2. Spigmomanometer air raksa dan balut Riva Rocci
D. Cara Kerja
1. Menyiapkan semua peralatan yang akan digunakan.
2. Memilih seorang yang akan dijadikan objek coba.
3. Orang yang akan diukur tekanan darahnya ( probandus ) berbaring dengan tenang. Lengan atas dibalut dengan Riva rocci. Pembalutan cukup ketat dan cukup lebar sehingga didapat hasil pengukuran yang benar. Pengukuran dimulai dengan melakukan palpasi pada nadi yang teraba, udara kemudian dipompa ke dalam Riva Rocci sampai denyut nadi menghilang. Saat Artheria brachialis sudah terjepit dan aliran darah didalamnya berhenti maka pemompaan diteruskan sedikit lagi dan pemeriksa meletakan ujung bagian dada stetoskop di atas lipatan siku probandus di luar balut. Setelah ujung bagian dalam stetoskop terletak dengan baik di lipatan siku probandus, maka kran pada pompa udara dibuka dan udara akan mengalir ke dalam balut Riva Rocci dan pemeriksa mendengar pada stetoskop dengan seksama.
Pada saat terdengar bunyi detak jantung yang diakibatkan oleh benturan aliran darah pada balut Riva Rocci. Setelah terdengar bunyi detak jantung yang diakibatkan oleh benturan aliran darah pada balut Riva rocci. Setelah terdengar beberapa detak akan timbul suara mendesis yang mengiringi detak nadi. Desis ini adalah bising Korotkoft yang akan semakin keras terdengar dan semakin banyak udara yang dikeluarkan dari dalam balut. Bising ini akan redup dan menghilang, sementara udara di dalam balut Riva Rocci akan keluar dan mengempis.
4. Melakukan pengukuran tiga kali pada posisi badan berbaring, duduk dengan lengan lurus kebawah, dan berdiri dengan kedua tangan menggantung sejajar sumbu badan.
5. Menulis semua hasil pengamatan.
6. Merapihkan seluruh peralatan yang telah digunakan.
E. Hasil Pengamatan
Pengukuran Tekanan darah Arteri Secara Tidak langsung dan Pengaruh Gaya Berat Terhadap Tekanan Darah Arteri.
Golongan : II
Nama praktikan : Kurwinda Kristi
No. Mahasiswa : 09604221010
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Praktikum : 12 Maret 2010
Jam : 13.00 WIB
Nama Orang Coba : Muhammad Kharis
Umur : 19 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Tinggi Badan : 170cm
Berat Badan : 58kg
Hasil Pengukuran Tekanan Darah – Cara Auscultatoir.
1. Pada orang coba dengan posisi badan bebaring dengan kedua lengan lurus sejajar dengan sumbu badan.
Tekanan Sistolik : 105 mmHg
Tekanan Diastolik : 60 mmHg
Tekanan Darah : 105/60 mmHg
2. Pada orang coba dengan posisi badan duduk dengan kedua lengan lurus ke bawah.
Tekanan Sistolik : 105 mmHg
Tekanan Diastolik : 70 mmHg
Tekanan Darah : 105/ 70 mmHg
3. Pada orang coba dengan posisi badan berdiri dengan kedua lengan lurus sejajar sumbu badan.
Tekanan Sistolik : 110 mmHg
Tekanan Diastolik : 70 mmHg
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
F. Hasil Diskusi/ Pembahasan.
Tekanan darah pada saat berdiri lebih rendah dari pada saat posisi berbaring dan duduk . Hal tersebut disebabkan tekanan darah arteri terpusat di kaki karena mendapat tambahan tekanan hidrostatis kolom darah di badan sedangkan di kepala tidak. Pada saat berbaring posisi badan tegak lurus terhadap gaya berat sehingga pengaruh gaya berat terhadap kolom darah adalah sama.
Akan lebih optimal jika pengukuran tekanan darah arteri dilakukan dengan posisi berbaring karena seluruh badan terletak pada bidang horisontal sehingga tekanan darah arteri rata – rata di sepanjang badan sama tingginya.
Lebih baru Lebih lama